• RSS
  • Facebook
  • Twitter
Comments


METODE PENELITIAN KUALITATIF
(Diajukan Sebagai Tugas Ujian Tengah Semester)
Pola Komunikasi Antar Anggota Gay
pada Komunitas Gay di Kota Tangerang
(Studi Fenomenologi pada Anggota Gay di Komunitas Gay Kota Tangerang)

FISIP-NEW
Disusun oleh :
Susan Sri Jayanti
6662091723

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI-JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – 2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
            Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup secara individual, sifatnya yang sosialis menjadikan manusia harus dapat bersosialisasi dengan manusia lainnya. Bentuk sosialisasi yang terjadi adalah dengan berinteraksi atau berkomunikasi. Komunikasi sendiri merupakan proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan melalui media tertentu dengan menghasilkan efek dan feedback. Dalam hubungan bersosialisasi, seorang manusia tidak dapat saling memproteksi dirinya dengan lingkungan sosial, sebab, bagaimana pun seseorang nyaman dengan kesendirian akan ada saatnya ketika membutuhkan bantuan dari orang lain.
            Dalam sebuah lingkungan, seorang individu harus dapat mensinergikan diri dengan elemen lingkungan lainnya. Selain itu, dirinya juga harus mampu mensinkronisasikan  diri secara pribadi dengan aturan sosial yang telah di terapkan di daerah tempat tinggalnya. Karena, jika mengedepankan egosentris, hukum moral yang akan di jalankan, bisa saja di kucilkan oleh masyarakat. Maka dari itu, pentingnya sebuah penyesuaian diri dengan lingkungan tempat tinggal akan menentukan bagaimana cara pandang serta penilaian orang lain terhadap diri.
            Bentuk sosialisasi yang paling penting adalah dengan berkomunikasi, bisa secara interpersonal, kelompok, organisasi maupun secara massa. Di mulai dari lingkup yang paling kecil yaitu komunikasi interpersonal yang merupakan bentuk komunikasi yang hanya dilakukan oleh dua orang. Karena kuantitasnya yang hanya berjumlah dua orang, menjadikan jenis komunikasi ini lebih diadik dan intim, dalam artian, jarak keakrabannya sangat dekat. Komunikasi interpersonal tersebut lah yang menimbulkan terjadinya sebuah jalinan hubungan antara komunikator dengan komunikannya. Hubungan sendiri banyak jenisnya, mulai dari hubungan pertemanan, persaudaraan, sampai kepada hubungan khusus yang bersifat privat.
            Hubungan yang lebih dekat dan dalam tersebut di kenal masyarakat dengan sebutan hubungan berpacaran. Prosesi berpacaran yang di jalani seorang laki – laki dan wanita ini  pun sudah lumrah dan bukanlah menjadi hal yang tabu lagi di masyarakat. Motif dari berpacaran pun bermacam – macam, yang pasti terdapat kecocokan dan kedua belah pihak memiliki satu visi dalam membina hubungan berpacarannya. Sayangnya, proporsi dari berpacaran saat ini tidak menjunjung tinggi sikap santun. Bagi kaum muda yang sedang di mabuk cinta, simbol yang di visualisasikan terlampau vulgar, seperti berpegangan tangan, merangkul, bahkan bermesraan di muka umum seperti tidak di indahkan lagi dampaknya.
            Terlebih lagi, saat ini hubungan berpacaran yang etikanya dilakukan oleh sepasang manusia (laki laki dan wanita), telah di lakukan pula oleh sesama jenis. Faktanya, telah banyak fenomena hubungan percintaan sesama jenis yang bertentangan dengan kaidah agama dan jauh dari norma asusila pada masyarakat, fenomena tersebut adalah homoseksual.
            Di kutip dari situs www.homseks.com , istilah homoseksual di jelaskan sebagai berikut :
Homoseksual mengacu pada interaksi antara pribadi yang berjenis kelamin sama secara situasional atau berkelanjutan. Saat ini, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan /atau hubungan sexual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri merek sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas, sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada pria homoseks.
            Memang benar adanya kutipan di atas, jika melihat kepada realitas, homoseks telah menjadi fenomena sosial pada lingkungan masyarakat Indonesia. Namun, perilaku homoseksual pada wanita sesama jenis, atau yang di sebut dengan lesbi, lebih tidak dapat di tebak secara langsung, namun harus lebih kepada penafsiran yang medalam. Hal tersebut karena mata masyarakat telah sangat wajar, ketika melihat perilaku dua wanita yang berpegangan tangan atau saling mencium pipi di muka umum. Bandingkan jika perilaku tersebut dilakukan oleh sepasang laki laki, tentu akan membentuk penilaian yang berbeda. Masyarakat akan merasa resah dan menerapkan kecurigaan terhadap mereka, yang lebih parah, bukannnya tidak mungkin masyarakat akan menjadikannya sebagai bahan cibiran dan cemooh.
            Oleh karena itu, kaum homo lah yang saat ini marak menjadi bahan sorotan, apalagi sekarang, mereka tidak lagi malu dengan jati diri yang menyimpang tersebut. Buktinya adalah dengan di dirikannya Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara (KKLGN), tertanggal pada 1 Agustus 1987, oleh Dede Oetomo beserta pasangannya Rudy Mustapha. Awalnya organisasi tersebut di bentuk dengan tujuan agar para kaum gay dan lesbi di terima serta memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat lainnya. Seiring dengan bergulirnya tahun, organisasi tersebut menjadi pijakan bagi para gay dan lesbi dalam melebarkan sayap eksistensi.
            Permasalah lain yang di hadapi para homoseks , mereka kurang di terima dan tidak mendapat tempat di lingkungan masyarakat. Masyarakat telah mensetereotipkan para kaum homoseks sebagai kaum yang asing yang tidak sama dengan masyarakat pada umumnya, bahkan sampai kepada justifikasi bahwa kaum homoseks adalah aib. Meskipun organisasi KKLGN telah berdiri lama, namun diskriminasi terhadap kaum homoseks masih juga marak. Dalam mempertahankan eksistensinya, sepak terjang KKLGN merambah ke daerah daerah perkotaan besar seperti Surabaya, Jakarta, Palembang, Bandung, Batam, Bali dan Tangerang. Nama komunitas homoseks di luar daerah berbeda – beda, namuan demikian antar komunitas menerapkan garis koordinasi begitu pula kepada KKLGN.
            Kembali fokus kepada kajian kaum gay, di Kota Tangerang juga terdapat komunitas gay. Kota Tangerang yang di tahun 2012 ini di kepalai oleh Wahidin Halim, memliki zargon kota berakhlakul karimah. Keinginan walikota bahwa Kota Tangerang harus menjadi kota dengan tingkat religius yang tinggi, membuat masyarakatnya semakin mendiskriminasi keberadaan para gay. Karena menurut masyarakat Kota tangerang, perilaku gay menyimpang dari nilai – nilai religius. Meskipun telah adanya wadah untuk dapat mengaktualisasikan diri, namun seperti yang telah di tuliaskan di atas, diskriminasi terhadap kaum gay lebih tajam di bandingkan dengan kaum lesbi. Karena dengan mata telanjang sekalipun, kaum lesbi lebih dapat leluasa mengumbar kemesraan di hadapan umum tanpa mengundang kecurigaan, tapi tidak dengan kaum gay.
            Agar tetap di terima masyarakat, kaum gay cenderung menutup diri bahkan berusaha menutupi jati dirinya dengan berpura pura tidak mengalami ke abnormalan. Namun keadaan yang kontradiktifnya adalah, di dalam komunitas para gay tersebut kompak dengan mempertahankan eksistensi komunitasnya. Jika sedang bersama atau terlibat dalam forum komunitas tersebut, rasa percaya diri mereka tinggi. Tanpa memperdulikan keadaan sekitar, mereka mengumbar identitasnya sebagai gay melalui pesan verbal dan non verbal, mengumbar kemesraan, serta berbagai hal lainnya sebagai bentuk ekspresi diri. Hal tersebutlah yang menjadi ketertarikan penulis, untuk melakukan penelitian perihal komunikasi yang di lakukan kaum gay tersebut. Maka, dari latar belakang yang telah di uraikan di atas, penulis mengangkat judul penelitian “Pola Komunikasi Antar Anggota Gay pada Komunitas Gay di Kota Tangerang”.
            Selanjutnya, mengapa penulis tertarik untuk meneliti komunitas gay adalah karena gay merupakan bagian dari subculture yang merupakan kebudayaan menyimpang yang terdapat dalam mayoritas masyarakat pada umumnya. Apalagi dengan perbedaan status gender yaitu penulis adalah seorang wanita, sedangkan gay merupakan kaum laki – laki, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi penulis untuk melakukan penelitian ini. Dan dengan demikian, maka dalam penelitian  ini di gunakan pendekatan fenomenologi. Pertimbangan lainnya adalah jarak geografis yang tidak terlampau jauh, sehingga dapat memudahkan penulis dalam melakukan penelitian.


1.2  Perumusan Masalah
Atas dasar latar belakang yang telah penulis uraikan, maka dapat dibuat perumusan masalah supaya tetap pada koridor tujuan di buatnya penelitian ini. Perumusan masalahnya adalah “Bagaimana pola komunikasi antar anggota gay pada komunitas gay di Kota Tangerang?”

1.3  Tujuan Penelitian
            Dari perumusan masalah yang telah di tuliskan di atas, di buat penurunan kembali mengenai tujuan yang ingin penulis capai, yaitu mengetahui seperti apa pola komunikasi antar anggota gay pada komunitas gay di Kota Tangerang.

1.4 Kegunaan Penelitian :
            Setiap penelitian pasti memiliki manfaat, termasuk dalam penelitian yang satu ini. Dan manfaat tersebut penulis kategorikan kedalam dua jenis, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Kedua penjelasan manfaat tersebut di tuliskan di bawah ini :

1.4.1         Kegunaan teoritis
·         Penelitian ini  dapat menjadi sumbangsih pengetahuan baru, bagi peneliti secara khusus dan umumnya bagi pembaca. Terfokus kepada mahasiswa komunikasi yang memang pola komunikasi merupakan salah satu kajian keilmuan bidang komunikasi.

1.4.2        Kegunaan Praktis
·         Untuk komunitas gay, khususnya yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan menjadi masukan kepada komunitas Gay di Kota Tangerang mengenai pola komunikasi yang tepat untuk di terapkan dalam komunitas tersebut.
·         Untuk masyarakat Kota Tangerang. Penelitian ini menjadi informasi baru dan gambaran umum mengenai kondisi komunitas gay, sehingga tidak subjektif dalam memberikan penilaian dan dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan komunitas gay yang ada di sekitar mereka.
·         Untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dan masukan untuk penelitian  selanjutnya mengenai pola komunikasi pada sebuah komunitas, khususnya pola komunikasi pada komunitas gay.

Categories:

Leave a Reply

add your comment in here