KAMPANYE DAN PROPAGANDA
PRAKTEK PROPAGANDA DALAM BERITA
Tugas Ini Merupakan Prasyarat Mengikuti Ujian Akhir

Disusun Oleh :
Agung Maulana
Ignatius Elda
Maharani Putri U
Nike Herlina
Suci Sedya Utami
Susan Sri Jayanti
Tulus Muliawan
Widya Rahmayanti Putri
PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN AGENG TIRTAYASA
2012
PRAKTEK PROPAGANDA DALAM BERITA
Oleh:
Widya Rahmayanti Putri
Susan Sri Jayanti
Suci Sedya Utami
Nike Herlina
Maharani Putri Utami
Tulus Muliawan
Ignatius Elga
Agung Maulana
Teknik Propaganda
1. Name Calling
Pemberian lebel buruk pada satu gagasan.
2. Gittering Generalities
Menghubungkan suatu gagasan dengan kata – kata bijak, landasan moral atau prinsip umum.
3. Bandwagon
Upaya meyakinkan bahwa sebagian besar anggota kelompok telah setuju.
4. Testimonials
Kesaksian pengalaman tentang persetujuan atau penolakan.
5. Plain Folk
Memberi identitas pada suatu ide atau orang / kelompok.
Menurut Sifatnya
1. Propaganda Sosiologi
Tidak terlalu terlihat namun member efek yang jangka panjang melalui sosialisasi dan internalisasi.
2. Revealed Propaganda
Terang – terangan
3. Concealed Propaganda
Sembunyi – sembunyi
4. Propaganda Sosiologi
Tidak terlalu terlihat namun member efek yang jangka panjang melalui sosialisasi dan internalisasi
5. Propaganda agitasi
Membakar semangat agar orang – orang bersedia berkorban
*Propaganda
DEMOKRASI ALA SBY ABAL - ABAL
Sejumlah aktivis kampus menilai demokrasi yang diterapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono abal-abal. Abal-abal yang dimaksud adalah tidak menghargai aspirasi rakyat yang banyak disuarakan mahasiswa melalui demonstrasi.
Hal tersebut diungkapkan ketua BEM Universitas Hassanudin Makassar, Andi Effendi (22) dalam pertemuan BEM se-Indonesia di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten Senin (19/12).
Dalam sambutannya, Effendi yang juga merupakan ketua BEM Nusantara menjelaskan, presiden seharusnya dapat menerima segala ktitikan dari rakyat untuk memotivasi dirinya. Bukan justru curhat di layar kaca.
Effendi juga berujar, seharusnya jika SBY pro rakyat sudah sejak dahulu aspirasi rakyat dapat diakomodir dengan baik dan segala kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi.
“Faktanya sekarang SBY hamper tidak pernah menghargai sebuah demonstrasi. Buktinya tidak pernah ada respon dari tuntutan rakyat,” kata Effendi. “Puncaknya adalah aksi bakar diri Sondang Hutagalung, aktivis Hamurabi dari Universitas Bung Karno, Jakarta” lanjutnya.
Dalam acara yang dihadiri Staf ahli presiden bidang komunikasi politik Daniel Sparingga tersebut, para peserta juga berdiskusi mengenai kebobrokan pemerintahan SBY. Seperti masalah korupsi, pengangguran, ekonomi, budaya, kemiskinan, dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Jika SBY menganggap aksi demo tidak tepat dan perlu adanya audiensi terlebih dahulu, mengapa tidak SBY membuka dialog terbuka yang diwakili oleh perwakilan dari universitas se-Indonesia. Harapannya supaya bisa mendapat hasil yang konkret, obyektif dan tidak dipolitikisasi, itusolusi yang tepat,” terang Effendi.
HasilAnalisis
Pada judul berita pemilihan judul termasuk teknik Name Calling :
· DEMOKRASI ALA SBY ABAL-ABAL.
· Dalam acara yang dihadiri Staf ahli presiden bidang komunikasi politik Daniel Sparingga tersebut, para peserta juga berdiskusi mengenai kebobrokan pemerintahan SBY. Seperti masalah korupsi, pengangguran, ekonomi, budaya, kemiskinan, danHakAsasiManusia (HAM).
Isi berita termasuk dalam teknik testimonials:
· Sejumlah aktivis kampus menilai demokrasi yang diterapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyonoabal-abal. Kalimat tersebut terkesan bahawa para kelompok aktivis setuju dengan penilaian terhadap SBY.
Lalu, pada penggalan ini merupakan teknik card stacking :
· Faktanya
· sekarang SBY hampir tidak pernah menghargai sebuah demonstrasi. Buktinya tidak pernah ada respon dari tuntutan rakyat,” kata Effendi. “Puncaknya adalah aksi bakardiri Sondang Hutagalung, aktivis Hamurabi dari Universitas Bung Karno, Jakarta” lanjutnya.
KELEBIHAN & KEKURANGAN BERPROPAGANDA MELALUI MEDIA MASSA CETAK (METODE JURNALISTIK)
v Kelebihan
1. Jangkauanya luas
Sesuai dengan fungsinya, media massa memiiki jangkauan yang luas untuk menjangkau khalayak, karena sirkulasinya yang disesuaikan dengan wilayah sebarannya. Sehingga, propaganda melalui media massa, akan tersebar sesuai dengan wilayah sebaran media tersebut. Sebagai contoh, apabila propaganda dititipkan diwilayah lokal Banten, maka maka propagada itu akan tersebar keseluruh pelosok Banten, begitu pula berita lokal yang masuk ranah nasional.
2. Terpaan dari media secara terus menerus dapat mengubah mindset seseorang
Seperti teori peluru dalam kajian keilmuan komunikasi, terfokus disini adalah konteks media massa, pemberitaan yang terus menerus diblow up atau ditampilkan, akan terus menerpa khalayak, sehingga, mindset atau pola pikir seseorang dapat berubah.
3. Biaya yang digunakan murah
Memasang iklan dimedia massa, baik media massa cetak, elektronik maupu online, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, jika memanfaatkan media untuk kepentingan propaganda, dengan berbagai kepentingan terselubung dibelakangnya, biayanya pun tidak dirasa mahal.
4. Adanya fakta & data yang akurat sebagai kekuatan utama yang dilengkapi dengan analisa
Karena diformat dalam bentuk jurnalistik, maka berita propaganda yang disajikan tidak boleh subyektif, karya jurnalistik haruslah cover both side dalam artian memuat berita dari dua sudut pandang.
5. Dalam bentuk buku biasanya bertahan lama
Buku dapat dicetak berulang ulang, jika pada media massa seperti koran, pemberitaan cepat basi karena sifatnya yang hanya berlaku satu hari. Sedangkan pada buku, dapat bertahan lama. Buku bukanlah suatu karya sastra biasa, kebenaran isinya sudah mampu dipertanggungjawabkan karena memiliki payung hukum pula.
v Kekurangan
1. Tidak ada audio visual seperti tv
Dalam media massa cetak visualisasi yang mungkin dapat dirtampilkan hanya berupa element foto atau ilustrasi (termasuk didalamnya artwork atau karikatur), namun itu pun terbatas. Sehingga, perlu adanya kemampuan imajiner, dalam artian kemampuan mengimajinasikan sendiri berita propaganda yang ditampilkan melalui teks. Tidak sepertin radio pula yang memanfaatkan audio sehingga indera pendengaran yang dimanfaatkan, bukan lagi indra penglihatan dan kemampuan membaca.
2. Terlalu monoton dan membosankan karena hanya berupa tulisan
Kembali kepada konteks media massa cetak yang hanya mengandalkan teks dan minim visualisasi tidak bergerak. Cukup monoton dan membosankan jika dibaca, apalagi jika propaganda jurnalistik begitu panjang beritanya.
3. Pesan kurang tersampaikan karena bisa saja salah tafsir (missunderstandig)
Media massa cetak yang tidak dapat menimbulkan feedbback secara langsung, menjadikan khalayak sulit jika ingin memberi respon. Akibatnya bisa saja pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan yang diharapkan sang propagandis, sehingga komunikasi yang berjalan menjadi tidak efektif.
4. Sasaran hanya untuk kalangan tertentu karena memerlukan daya nalar untuk membaca.
Tidak semua orang bisa membaca dan tidak semua orang yang bisa membaca mau membaca tulisan kampanye dan propaganda dalam bentuk jurnalistik. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan sosial budaya dan ekonomi.
5. Memerlukan konsentrasi tinggi
Membaca cukup menguras energi bila tingkat pengetahuan khalayak tidak setara dengan penulis berita. Apalagi jika terdapat pesan yang sulit dimenegrti, maka pembaca memerlukan konsentrasi yang tinggi.
6. Muatan informasi terbatas oleh space yang ada pada media
Dalam media massa, tidak seluruhnya disajikan untuk memuat informasi berupa berita. Banyak pengkotak kotakan yang memang sengaja dibagi untuk space iklan dan rubrikasi lainnya. Apalagi upluad berita kedalam layout dalam dunia percetakan media massa, layout sudah disajikan sedemikian rupa. Jika berita telampau panjang, bukan element lain yang dihapus melainkan beritanya yang dipangkas (sesuai penulisan berita jenis berita segitiga terbalik).
7. Kecepatan informasi memakan waktu yang cukup lama karena memerlukan daya tangkap yang cukup tinggi.
8. Terkadang informasi yang ingin disampaikan terbatas karena terjadi penyaringan penyaringan informasi oleh editor dan stake holder
Dimedia massa apapun, redaktur memiliki kewenangan tertinggi apakah berita layak tampil atau tidak. Jika perusahaan media massa yang bersangkutan telah dibeli dan dengan leluasa mendapat intervensi dari stake holder, maka pemberitaan akan dibuat sesubyektif mungkin. Hal tersebut menciptakan keterbatasan penerimaan informasi oleh khalayak.




