LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT 3 UNTIRTA

Beberapa hari yang lalu aku mengikuti acara Latihan Kepemimpinan tingkat Universitas yang di selenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Untirta. LK tersebut telah menjadi program kerja rutin BEM UT (Sebutan untuk BEM Universitas) tiap tahunnya. Di kampus Untirta, LK di laksanakan pada tataran Jurusan yang disebut sebagai LK tingkat 1, Fakultas yang di sebut sebagai LK tingkat 2, dan yang paling puncak adalah LK Universitas yang di sebut sebagai LK tingkat 3. Syarat untuk mengikuti LK 3 adalah telah mengikuti LK 1 dan 2 dengan bukti photocopy sertifikat atau surat keterangan yang di tandatangani ketua pelaksana LK dan Ketua yang sedang menjabat (biasanya surat keterangan dibuat apabila sertifikat LK belum jadi).
Tema yang di usung panitia dalam LK 3 adalah “Pemimpin berkarakter, Pemimpin Masa Depan” dengan ketua pelaksana Faisal Tomy, mahasiswa komunikasi semester 7.
Aku mengikuti LK tersebut dengan menjadi delegasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Komunikasi.
Acara LK dilaksanakan selama 3 hari, dengan total peserta 28 orang, terdiri dari 22 peserta putra dan 6 orang peserta putri. Peserta merupakan delegasi dari tiap HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan), terdapat juga para ketua BEM dan Menteri BEM Universitas. Aku Sempat ragu untuk mengikuti LK 3 ini karena para pesertanya merupakan orang-orang hebat dan tidak sepadan denganku. Tapi yang harus aku pahami bahwa ini merupakan proses belajar dan bukannya tidak mungkin aku bisa belajar dari orang-orang hebat ini dan kemudian hari bisa menjadi hebat pula seperti mereka.
Hari pertama dilaksanakan pada kamis, 2 desember 2010. pada rundown acara yang di berikan kepada peserta, tercatat bahwa acara di mulai pukul 07.30 dengan agenda checkin peserta yang kemudian di susul oleh pembukaan. Aku mendaftar ulang di PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) BEM UT tepat waktu. Pada form absensi terdaftar nama-nama peserta, tetapi melihat kondisi, peserta yang baru mendaftar ulang dapat di hitung dengan jari. Sambil menunggu aku duduk di bangku depan PKM. Aku menunggu sampai pukul 08.30 belum terdapat tanda-tanda bahwa acara akan dimulai, melihat kondisi yang demikian tersebut maka aku putuskan masuk kuliah dahulu.
Selesai kuliah pukul 10.00, aku menuju PKM dan rupanya acara pembukaan telah di mulai. Di hadapan para peserta terdapat Tomi Faisal selaku ketua pelaksana, Ihyaudin selaku Presma (Presiden Mahasiswa) Untirta, dan Pak Aris Suhadi, S.H, M.H selaku PR (Pembantu Rektor) 3 yang membawahi bidang kemahasiswaan dengan MC (Master of Ceremony) Roki, Mendagri departement kajian internal.
“Seharusnya yang membuka acara adalah Rektor, tetapi beliau tidak dapat berkenan hadir.” Seperti itulah yang di katakan Pak Aris. Dan dengan demikian pula, dialog dengan pembicara Rektor yang seharusnya dilaksanakan setelah pembukaan, batal dilakukan. Sebagai gantinya, acara di isi dengan pembacaan tata tertib peserta LK oleh ketua pelaksana.

Ketua pelaksana membacakan tata tertib Peserta LK 3
Berikutnya adalah agenda pengenalan masyarakat di Desa Terumbu, tetapi karena keterbatasan waktu, lokasi diganti di Desa Kilasah. Sebelum pemberangkatan, kami (peserta) di bagi ke dalam 3 kelompok, dan kami di haruskan melakukan penelitian terkait kesehatan, pendidikan, dan ekonomi masyarakat. Penelitian tersebut sama persis dengan agenda kegiatan LK 2 yang pernah aku ikuti di Pulopanjang.
Sesampainya disana, aku melihat realita kehidupan warga yang tidak seperti biasanya. Di samping jalanan terdapat kali yang pada saat itu terlihat banyak warga sedang mencuci, dan mandi. Dari pemandangan tersebut aku mempunyai hipotesis bahwa di rumah-rumah warga tidak terdapat kamar mandi ataupun WC. Turun dari bus, kami berjalan menuju mushola, setelah solat dzuhur kami pun langsung mulai melakukan penelitian. Kelompokku yang berjumlah 7 orang, di bagi kedalam 3 bagian, yang mana tiap kelompok kecil yang terbentuk harus meneliti 1 bahasan kasus. Dan teamku meneliti tentang kesehatan.

Aktivitas masyakat Desa Kilasah di kali
Bersama Kahfi (mahasiswa semester 3 fakultas Hukum) dan Bayu (mahasiswa semester 5 fakultas Fisip) aku memutari kampung dan masuk ke gang-gang. kami melakukan wawancara pertama dengan Jalal, pemuda berusia 17 tahun. Bayu memulai percakapan dengan sedikit berbasa basi, aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan karena mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa Serang. Sesekali narasumber berbicara menggunakan bahasa Indonesia dan aku mencatatanya. Kami menanyakan apakah tiap rumah memiliki kamar mandi dan WC, ternyata punya tetapi air disana keruh, dan juga warga telah terbiasa melakukan segala aktifitas seperti mandi, buang hajat, dan mencuci di kali yang kami temui di depan tadi. Kemudian kami berbincang-bincang membahas bidang kesehatan yang lainnya seperti Jamkesmas, Posyandu, Puskesmas, wabah penyakit dan lain-lain. obrolan yang sama terulang bersama 2 narasumber berikutnya.
Ketika waktunya telah habis, kami semua berkumpul di bus kampus yang tadi mengantar kami. Sampai di kampus, aku dan teman-teman kelompok menyatukan hasil analisis yang terpecah pecah. Carlos dan Eno memaparkan analisis pada bidang pendidikan. Masyarakat menginginkan pendidikan yang layak tetapi terbentur biaya administrasi yang mahal, selanjutnya, mayoritas warga disana putus sekolah, rata-rata mereka hanya tamatan SD dan sangat sedikit sekali yang melanjutkan ke tingkat SMP. Banyak pula warga yang tidak mengetahui tentang dana BOS. Kemudian Gary dan Haryanto melaporkan analisis bidang ekonomi. Masyarakat disana bekerja pada sektor pertanian, pengrajin batu bata, ngewarung (usaha dagang kecil-kecilan), dan serabutan.
Pada sektor pertanian, warga tidak serta merta memiliki lahan sawah sendiri, kebanyakan dari mereka kerja pada sawah orang lain dan pendapatan mereka berkisar dua puluh ribu perhari, bayangkan apabila di kalkulasikan perbulannya. kemudian pengadaan raskin yang tidak rutin, sekitar 2 sampai 3 bulan sekali. Selanjutnya aku, Bayu, dan Kahfi memaparkan hasil penelitian kami pada bidang kesehatan, kurang lebih seperti yang aku telah tuliskan di atas, dan terdapat beberapa tambahan dari kahfi yang sempat terpisah denganku dan Bayu. Kahfi menyatakan bahwa untuk kelahiran, warga disana masih ada yang ke dukun beranak. Juga terdapat beberapa warga yang terkena penyakit paru-paru di akibatkan tempat pembuangan sampah yang berada persis di belakang rumah warga. Juga banyak warga yang terkena penyakit kulit akibat mandi di kali.
Ketika tiba waktu presentasi semua kelompok, masing-masing kelompok memaparkan hasil penelitiannya yang memang antara satu kelompok dengan kelompok lainnya tidak berbeda jauh. Dengan hasil penelitian tadi, formulasinya adalah, bahwa harus di adakannya PDAM dan pengadaan air bersih, minimalnya untuk minum. Harus ada seminar atau penyuluhan dari pemerintah daerah mengenai program KB, Kesehatan, dan lainnya untuk membuat tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan menjadi tinggi, adanya permodalan yang tersistematis untuk modal usaha kecil bagi warga, serta usulan di bentuknya desa Kilasah menjadi desa binaan BEM Untirta, seperti yang di sampaikan Kahfi “kita sebagai agent of control jangan hanya memberikan formulasi, tetapi kitalah yang bergerak di dalamnya. Talk less do more, sedikit bicara banyak bekerja.”
Setelah itu masuk pada agenda selanjutnya, yaitu diskusi tentang rakayasa sosial dengan pembicara Dahnil Anzhar selaku akademisi Untirta. Pada diskusi ini aku menemukan pemahaman baru mengenai rekayasa sosial, teori dasar sebelum membuat rekayasa sosial, bagaimana membuat rekayasa sosial (khususnya untuk para aktivis gerakan), fungsi dan tujuan dari rekayasa sosial. Pada session pertanyaan, aku bertanya kepada pembicara
“ ketika kita membuat suatu rekayasa sosial maka bukannya tidak mungkin bahwa pemerintah juga melakukan rekayasa media yang akhirnya menjadi agenda setting. Karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa beberapa media massa telah di duduki atau dimiliki oleh para stake holder. Dengan demikian mereka memiliki kontrol untuk memblow-up suatu berita atau tidak. Apabila hal tersebut terjadi, apa yang harus dilakukan?”
kemudian Pak Dahnil menjawab “yang harus kita lakukan adalah edukasi terhadap masyarakat.”
Beliau menambahkan bahwa masyarakat tidak bodoh, bahwa pencitraan seorang stake holder tidak akan mempengaruhi masyarakat yang peka, kurang lebih seperti itu. Diskusi tadi menutup pula LK 3 hari pertama

Presma memberi cindera mata kepada pembicara, Dahlil Anzhar
Sedikit koreksi untuk hari pertama, banyak acara yang telah teragendakan dalam rundown tidak terlaksana, di rundown tertulis hari pertama seharusnya pukul 09.30 agenda berupa dialog untirta “Untirta : antara kebiasaan dan aturan” dengan pembicara Rektor, Prof. Dr. Ir. Rahman Abdulloh, M.Sc , Pembantu Rektor 2, Drs. Sadeli Hanafi, M.Pd , dan Wapresma, Ahmad Ufuwan bertempat di aula PKM. Kemudian pukul 11.45 seharusnya Audiensi bersama gubernur Banten : “menakar 10 tahun Provinsi Banten” dengan pembicara Gubernur Banten, Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE ,dan Akedemisi Untirta, Dahnil Anzhar bertempat di aula Setda Prov. Banten. masih di tempat yang sama, pukul 14.00 harusnya training motivasi tapi tidak tertulis akan di bawakan oleh siapa.
Aku tidak dapat menyalahkan panitia karena beberapa kesalahan tadi karena mereka hanya manusia biasa dan kadang apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan.
Memasuki hari kedua yang di mulai pukul 07.30 aku sedikit nakal dengan hadir pukul 08.30 (karena melihat rundown LK hari kedua di awali dengan games-games dan aku tidak terlalu tertarik), tetapi ketika aku tiba pun acara belum juga di mulai. Entah pukul berapa, aku lupa, acara tidak di buka terlebih dahulu tetapi peserta langsung di minta menaiki angkot untuk menuju Polda Banten, dengan kata lain, pelaksanaan games pun tidak dilaksanakan. sesuai dengan rundown acara, setelah games agendanya adalah audiensi bersama kapolda Banten “Mengenal Intelejen di tengah peradaban” dengan pembicara Kapolda Banten, dan Direktur Banten Center, Muhammad Safari.

Pembicara di Polda Banten, Diskusi tentang Intelijen
Pada diskusi kali ini peserta di beri tahu mengenai tugas dan fungsi intelijen juga manfaatnya di tengah-tengah masyarakat, aku menyimak materinya tapi tidak mengingat ataupun mencatat para pembicara yang terdiri dari 4 orang. Aku memperoleh pemahaman bahwa badan intelijen Negara tugasnya mencari informasi terkait seseorang, badan, atau organisasi yang memiliki rencana mengganggu kestabilan kedaulatan NKRI, dan juga untuk menjadi seorang intelijen tidaklah mudah, kualifikasi khususnya adalah harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata, dengan demikian termainsetlah di otakku bahwa, seorang yang menjadi intel bukanlah orang biasa.

Berpoto dengan Pembantu Rektor 2, Sadeli Hanafi di depan ruang audit Polda Banten
Waktu memasuki pukul 11.30 peserta solat jumat (terkecuali peserta putri). Setelah selesai solat jumat, kami menuju DPRD Banten dengan mobil dalmas yang di fasilitasi oleh kapolda.
Sampai di DPRD Banten, kami memasuki ruang paripurna DPRD Banten. dalam rundown tertulis agenda audiensi bersama DPRD Prov. Banten : “Peran Parpol dan Aleg dalam Kesejahteraan Masyarakat”, dengan pembicara Ketua DPRD Banten, Hj, Aeng Haerudin, Akademisi Untirta, Gandung Ismanto, dan 2 orang ketua komisi yang lagi dan lagi aku tidak menyimak dan menghafal nama serta komisi mereka.
Tidak seperti judulnya, pemaparan tentang peran parpol dan aleg sangat sedikit, malah lebih banyak pemaparan mengenai badan legislatif. Seperti yang ada dalam catatanku, pemilukada pertama di banten dilaksanakan pada tahun 2001 dengan BAP 300 Milyar, kemudian tahun 2006 rakyat Banten berjumlah 8,6 juta, 2009 anggota DPRD berjumlah 85 orang, tahun 2010 diwacanakan untuk anggota DPRD sebanyak 100 orang, APBD 3,4 Triliun, DPRD Banten terdiri dari 10 Fraksi dan 5 Komisi. Juga sedikit memberitahu kami tentang pengadaan mobil dinas yang di berikan oleh eksekutif. Bapak aenng manyatakan, sudah ada aturannya pimpinan DPRD berhak menerima fasilitas berupa mobil dinas yang fungsinya untuk membantu terjun dan mengontrol masyarakat.
“tapi apabila adek-adek kebetulan menemukan mobil plat merah yang parkir di tempat-tempat hiburan, maka poto saja dan laporkan pada kami, sehingga kami bisa menindak tegas apabila mobil dinas tidak di pergunakan sebagaimana mestinya, tapi kalo misalkan ada di Mall jangan asal poto, cari tahu terlebih dahulu, sapa tahu sedang meeting.” Papar bapak Aeng.
Setelah perkenalan badan legislatif yang panjang lebar, masuklah pada session pertanyaan,tidak sesuai dengan yang telah di setting sebelumnya (di hari pertama LK), bahwa hasil analisis terhadap Desa Kilasah akan dikomunikasikan kepada para stake holder tersebut. Tetapi dari 3 peserta yang mengajukan pertanyaan, hanya seorang mengangkat penelitian di Desa Kilasah. Juri, Wakil Ketua BEM FKIP mengangkat isue pajak warteg di Jakarta yang sedang marak di beritakan, menurutnya berita tersebut cukup menarik dan ia menanyakan apakah Serang pun akan mengikuti jejak yang sama, dalam artian warteg-warteg di Serang nantinya di kenai pajak, dia juga memberi sindiran atas pemaparan Bapak Aeng terkait mobil dinas. Selanjutnya, apabila memang mobil dinas tersebut di pergunakan untuk kepentingan masyarakat, dia tidak pernah melihat mobil dinas yang berhenti di tengah jalan kemudian memberikan tumpangan kepada mahasiswa atau anak jalanan. Dan Juri menutup pertanyaannya dengan menyatakan,
“apabila saya menemukan mobil dinas yang diparkir di Mall tentu saya akan memotretnya, kalau bapak-bapak berkepentingan meeting, cobalah meeting di warteg, jangan di mall, sekali-kali rasakanlah warteg rakyat.”
Pernyataan Juhri mambuat para audience yang terdiri dari peserta dan panitia LK 3 bertepuk tangan. Sangat menarik memang. Bapak Aeng memberi tanggapan menganai pajak warteg, untuk Serang belum ada rencana atau wacana demikian, dan juga menurutnya, pajak warteg tidak akan merugikan pengelola warteg, karna yang nantinya dikenai pajak adalah orang yang makan di warteg tersebut, kemudian pajak tersebut tentu akan masuk ke dalam kas negara untuk keperluan pembangun.
Pertanyaan berikutnya adalah dari saudara Haryanto yang membahas anak-anak jalanan yang meresahkan warga dan mohon supaya di tertibkan, kemudian membahas persoalan Desa Kilasah yang telah kami semua diskusikan di hari pertama LK, dan yang lebih di kerucutkan adalah mengenai warga yang mandi, buang hajat, dan mencuci di yang keruh. Bapak Aeng memberi tanggapan terhadap persoalan Desa Kilasah “biasanya apabila kami membangun kamar mandi di tiap rumah warga, warga akan memilih mandi dan lainnya di kali bukan di kamar mandi, dalam artian karena mereka telah terbiasa”. Kurang lebih seperti itu.
Pertanyaan selanjutnya oleh Sandra Permana, peserta Lk sekaligus Menpora BEM Untirta, kesempatan yang di berikan kepadanya di manfaatkan untuk menanyakan perihal pembangunan Pabrik Aqua di Padarincang, yang apabila teralisasi akan menjadi Pabrik Aqua terbesar se-Asia Tenggara, yang di tanyakan adalah, adakah dampak negatif dari pembangunan tersebut. Kemudian Sandra menceritakan mengenai dirinya yang aksi bersama teman-teman gerakan pada perayaan ulang tahun Prov. Banten yang di bubarkan paksa padahal telah melakukan prosedur yang berlaku seperti surat pemberitahuan aksi 3 hari sebelumnya. Bapak Aeng menjelaskan bahwa pembangunan pabrik Aqua di Padarincang tidak perlu di khawatirkan akan menghabiskan air tanah lahan sawah warga, justru nantinya akan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar, selama ini terdapat kabar bahwa warga sekitar Padarincang tidak menyetujui pembangunan Pabrik Aqua tersebut, tetapi pada saat Bapak Aeng beserta jajarannya turun langsung ke lokasi dan menanyakan kepada warga, warga memberitahu tidak masalah terhadap perihal tersebut, hal tersebut yang lantas membuat tanda tanya, jadi warga yang mana yang melakukan pemberontakan?? Bapak Aeng juga memaparkan, apabila masih dapat menggunakan jalur audiensi, maka sebaiknya mahasiswa tidak melakukan demonstrasi.
Audiensi di tutup dengan pernyataan bapak Gandung Ismanto “mahasiswa jangan di identikkan dengan demonstrasi, demo boleh saja dilakukan apabila saluran komunikasi terhambat”. Setelah acara di tutup, kami photo bersama dan makan siang di sana. Dan kami kembali ke kampus dengan di fasilitasi bus DPRD Prov. Banten.

Presma bersalaman dengan Ketua DPRD Banten
Sedikit menyayangkan acara audiensi, formulasi terhadap persoalan Desa Kilasah tidak tersampaikan, kalau menurutku pribadi, audiensi harusnya lebih kepada para anggota dewan mendengarkan aspirasi kami para mahasiswa, tetapi yang terjadi tadi malah seperti perkuliahan, mereka banyak melakukan sanggahan dan bukannya memberi resolusi. Seperti yang di katakan temanku Kahfi, “talk less do more” sedikit berbicara banyak bekerja bukan malah sebaliknya.
Sampai di kampus, tapatnya aula PKM, acara langsung dimulai, yaitu diskusi dengan tema “Pemimpin berkarakter” dengan penyaji bapak Boyke Pribadi selaku Humas Untirta dengan di moderatori ketua pelaksana LK 3, Faisal Tomy. Pak Boyke mengawali diskusi dengan memberikan definisi dasar dari karakter, yaitu ciri atau sifat yang lebih dominan yang melekat pada diri seseorang. Seperti contoh apabila seorang pemimpin lebih banyak menunjukan sifat yang keras dan kasar maka karakternya adalah otoriter. Ketika Pak Boyke berkata demikian, terlintas di benakku untuk menanyakan suatu hal. Memasuki session tanya jawab, aku mengangkat tangan untuk bertanya kemudian di persilahkan oleh moderator.
“ Assalamualaikum, sedikit cerita pak, di setiap saya dan teman-teman HMJ Komunikasi mengadakan rapat, saya selalu memberikan pandangan atau usulan yang selalu berbenturan dengan teman-teman yang lain, sampai terbentuk usulan yang paling baik, dalam hati saya, saya masih berkeras bahwa usulan saya itu yang paling benar. Hal seperti itu tidak terjadi sekali dua kali tetapi berkali-kali pak, sampai saya pribadi menyimpulkan, ketika saya menjadi seorang pemimpin, saya akan menjadi pemimpin yang otoriter. Nah, pertanyaan saya adalah, apakah pemimpin dengan karakter otoriter selalu buruk?” , pak Boyke langsung menjawab dengan lantang dan tegas, “Indonesia butuh pemimpin otoriter yang lurus.” Beliau menambahkan, dengan sistem demokrasi yang ada justru membuat sistem pemerintahan berjalan lamban. Kita dapat berkaca pada masa pemerintahan Soeharto, apabila dia memberi perintah A, maka dari atas sampai ke bawah pun akan melaksanakan perintah A. Berbeda dengan sekarang, ketika presiden berkata A, DPR dan MPR berkata A, tapi masuk ke DPRD tidak menyetujui. Itulah contoh kecilnya. Tapi pemimpin dengan karakter otoriter yang perlu di tekankah adalah otoriter yang lurus dalam artian otoriter untuk suatu hal yang benar dan mensejahteraan rakyat.
Selesainya diskusi mengakhiri juga LK hari ke dua, sebelum pulang, panitia memberi arahan untuk tidak telat di hari ketiga karena agendanya adalah mendaki gunung pulosari. Di hari kedua terdapat satu agenda yang tidak terlaksana, tertulis di rundown pukul 14.30 seharusnya terdapat agenda Taujih Pergerakan bertempat di Masjid Albantani di kampus Untirta.
Hari ketiga, acara kembali ngaret dari yang tertera di rundown seharusnya pemberangkatan ke gunung pulosari pukul 7.15, kami baru memulai perjalanan pukul 10.40, hal tersebut terjadi karena kami terlalu lama menunggu bus kampus yang sedang berada di bengkel, akhirnya panitia menyewa 2 angkot untuk membawa kami ke lokasi. Kami melakukan perjalanan yang berliku-liku karena jalannya yang rusak, turunan terjal dan sempat kesasar, dan ketika mobi menaiki jalan yang sebelumnya berupa turunan terjal tadi, angkot mengalami mogok dan harus di dorong. Sampai di lokasi kami beristirahat sejenak di mushola untuk makan siang dan solat dzuhur. Setelah itu kamipun memulai pendakian.

Pendakian Gunung pulosari
Baru seperempat jalan, kami di guyur hujan, tapi di instruksikan oleh presma untuk terus berjalan, akhirnya kami mendaki sambil hujan-hujanan. Ini kali pertamaku mendaki gunung, untung saja si dalam ranselku hanya terdapat pakaian ganti sehingga bebanku enteng, karena mendaki gunung sangat melelahkan. Tiba di curug pulosari kami menghentikan perjalanan, panitia berkata, karena berpacu dengan waktu dan keadaan hujan, tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan ke kawah yang masih sangat jauh, sehingga acara akan dilanjutkan si curug tersebut.
Presma menginstruksikan kepada kami membagi diri kedalam 3 kelompok dan membuat 2 games yang nantinya akan dimainkan, setiap games harus di instruksikan dengan jelas dan mengandung makna kepemimpinan. Kelompokku membuat games bakiak tali dengan properti utama tali sepatu. Jadi begini permaianannya, satu kelompok harus berbaris berbanjar dan akan diikat dengan tali pada bagian perut, sehingga mereka akan berhimpitan dan sulit untuk melangkah, benar saja, ketika games tersebut di praktekan oleh kelompok 2, mereka berjalan kesulitan dan berjatuh-jatuhan. Makna dari gamaes tersebut ialah, perlu di bangunnya kerjasama yang baik antar team dalam organisasi sehingga organisasi dapat termanage dengan baik. Games kedua ialah, games yang sangat menarik dibuat oleh kak Juri. Terdapat air mancur yang diibaratkan sebagai sumber kebutuhan manusia, dan batu yang berjarak 2 meter di maknai sebagai rakyat yang membutuhkan air, tantangannya adalah kelompok lain harus dapat menyampaikan air ke rakyat yang mebutuhkan. Tanpa basa basi, Indra dan Bayu dari kelompok 3 langsung berlari dan menyiramkan air ke batu menggunakan sepatu, tentu saja itu tidak seperti yang kelompok kami harapkan dan membuat kami tertawa geli. Kak Juri yang mungkin tidak sabaran memarahi kempok 3 tersebut, “mana lagi anggotanya, emang cuma 2”. Kemudian teman kelompok 3 yang lain membantu dan mungkin baru memahami maksud dari games kami, mereka menyambungkan bambu, sendal, dan daun untuk mengalirkan air ke batu. Seperti itulah perjuangan mahasiswa membela rakyat, tidak mudah dan di butuhkan kerja keras. Satu hal yang perlu di koreksi adalah tidak adanya leader yang memberi komando kepada para anggota kelompok3, diibaratkan jika aksi ya haruslah ada korlap.

Games
Ketika semua kelompok telah mempraktekan games, giliran panitia yang memberi games. Panitia membuat 3 pos dan kami diharuskan melewati pos tersebut dan mengikuti instruksi. Pos pertama di pimpin ketua pelaksana, Faisal Tomy. Tanpa banyak basa basi, kami di suruh mengambil dua benda yang ada di sekitar kami, dan kami mengambil batu dan daun. Tomy menambahkan, ini dunia games, jadi kami harus menganggap batu tersebut roti dan daun adalah uang, dan dua benda tersebut akan menjadi kata kunci kami ke pos berikutnya. Hanya sebatas itu saja, dan kami melanjutkan ke pos 2, disana Roki telah menunggu kami. Dia berendam si dalam air, ketika sampai dia bertanya apa yang kami bawa, maka seperti instruksi pos pertama, kami berkata batu itu roti dan daun itu uang, dan harus di ulang-ulang karena terdapat anggota kelompok yang masih pro-kontra, sampai suara kami menjadi 1, Roki menanyakan apa rasa air tersebut, kami yang telah mengatahui ranah permaian sugesti langsung menjawab ait itu hangat. Dan kami di persilahkan lanjut ke pos terakhir.
Di pos 3 kami berhadapan dengan Wapresma, Ufuwan. Ufuwan meminta kata kunci berupa roti dan uang kami, dia juga menanyakan rasa air dan kami jawab hangat, kemudian menginstruksikan kami merangkak melewati tali yang di pasang di air, dengan demikian, kami harus membuat sugesti bahwa air itu hangat, dan tantangan itu tidak sulit. Meski tidak di beritahu tentang makna dari pos-pos tadi, tapi aku dapat menyimpulkan sendiri.

Games pos 3
Setelah semua kelompok melewati pos, kami berfoto – foto di air terjun, sebelum itu, aku melihat suatu fenomena yang sangat menarik, yaitu seorang panitia dan peserta melakukan solat asar di bawah air terjun, subhanallah.

Setelah berpoto bersama, kami pun menuruni gunung. Treknya menjadi lebih sulit, licin dan basah karena hujan tadi.
Sampai di bawah kami menuju warung dan menjadikannya tempat rehat kami, karena panitia tidak membawa konsumsi lagi, maka kami di perkenankan memesan apapun yang ada di warung tersebut. Dana aku memesan mie rebus dan kopi. Setelah makan, aku mengikuti obrolan Roki dan Bakti (Ketua BEM FKIP), lama-lama, obrolan ringan kami memasuki diskusi, dan dengan sendirinya, di warung tersebut terbagi menjadi 3 kelompok, satu kelompok berdiskusi tentang sistem pemerintahan, UUD 45, piagam Jakarta dan Pancasila, kelompok diskusiku membahas tentang yahuni, zionisme, dan masuk ke ranah yahudi yang sudah ada pada zaman nabi, lebih kepada diskusi keagamaan, sedangkan satu kelompok lagi berada di dalam rumah empunya warung wan menonton sinetron.
Diskusi kami terhenti ketika bus kampus tiba untuk menjemput kami pulang ke Kampus, pukul 19.30. Diperjalanan, Wapresma memberi amanat kepada kami agar tidak menjual idealisme kami ketika nantinya kami menjabat di kementrian BEM Universitas karena bukannya tidak mungkin godaan akan datang. Dan presma menutupnya dengan sedikit pidato, kemudian doa, dan ucapan terimakasih.
Aku sangat senang mengikuti LK 3 ini, tidak seperti LK 1 dan 2 yang lebih kepada penembaan mental, LK 3 ini lebih kepada sikap, pemikiran dan ideologi. Aku bisa mengenal orang-orang hebat dan luar biasa yang aka di kampusku, dan berkesempatan berdiskudi dengan mereka, dan hal tersebut pasti akan terjadi lagi di luar kegiatan LK 3 ini, dalam artian, aku memiliki jaringan yang pasti bermanfaat.




