• RSS
  • Facebook
  • Twitter
Comments


KAJIAN BUDAYA
Graffiti Mural Sebagai Bentuk Ekspresi Ketidakpuasan Terhadap Kondisi Sosial”
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester
IKOM.tif






Di Susun Oleh :
SUSAN SRI JAYANTI
6662091723

PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2011


BAB I
PENDAHULUAN
I . I LATAR BELAKANG
Definisi Graffiti (yang saya baca dari www.wikipedia .com)  adalah coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Dalam sejarahnya, graffiti sudah ada sejak zaman purba ditandai dengan tulisan-tulisan pada dinding gua yang berisi tentang gambaran pemburuan, masuk pada zaman romawi, grafiti digunakan sebagai sarana menunjukkan ketidak puasan dengan bukti adanya lukisan sindiran terhadap pemerintahan di dinding bangunan.
Di Masa modern sekarang ini,  graffiti berfungsi sebagai alat berekspresi dan menyalurkan aspirasi maupun opini orang yang membuatnya. Graffiti menjadi curahan isi hati yang dipublikasikan kepada halayak umum seperti ungkapan ketika mengalami patah hati atau ucapan selamat ulang tahun dan lainnya.
Graffiti ucapan membuka tahun 2011 paada tembok Cikokol Tangerang
Dalam proses pembuatannya, alat yang digunakan biasanya berupa cat semprong kaleng (pilox), dan juga cat tembok, atau bisa juga dengan cat minyak. Pembuatan graffiti menggunakan media tembok  dan orang membuat graffiti disebut dengan graffitor atau bomber. 
Dalam graffiti juga dikenal istilah Mural, masih dengan media dan alat yang sama hanya saja jika produk graffiti adalah hanya tulisan saja, mural merupakan penggabungan antara tulisan dan gambar yang berupa karikatur, kartun, atau karakter (sebutan untuk gambar kartun monster yang biasa juga disebut monster art). Mural biasanya berisi pesan moral atau himbauan-himbauan.
Contoh Mural berisi himbauan untuk mencintai budaya Indonesia

Masuk dalam pola pembuatannnya, graffiti dibagi lagi kedalam dua jenis yaitu Gang (dibaca:geng) grafiti, yang fungsinya sebagai identifikasi daerah kekuasaan lewat tulisan nama geng, geng gabungan, para anggota geng, atau tulisan tentang hal yang terjadi di dalam geng itu. Yang kedua adalah tagging graffiti yang dipakai untuk ketenaran bomber secara individu maupun kelompok (komunitas graffiti), jadi, semakin banyak ‘tag’ bertebaran, maka pembuatnya akan semakin dikenal dan terkenal, dan pada tagging biasanya si pembuat menuliskan tandatangan sebagai identitas dan menjadi semacam tanggung jawab karya.

 

I . 2. DATA LAPANGAN

Dalam mengkaji Graffiti dan Mural, saya melakukan riset di Tangerang dengan memotret tembok-tembok graffiti, dan mencari informasi pada beberapa bomber (narasumber) untuk melengkapi data tugas. Saya mulai melakukan riset lapangan pada november 2010. Di Tangerang cukup mudah menemukan tembok graffiti dan mural, seperti yang telah saya lihat di daerah Ledug-Jatake, Perumnas, Kota Bumi, Rawacana,Cimone, Jati dan Cikokol.
Graffiti & Mural di Pasar Malabar-Perum Tangerang (Gambar diambil pada 17 November 2010)
Graffiti di Rawacana Dumpit Tangerang (Gambar diambil pada 08 Januari 2011)
Graffiti pada tembok milik pemerintah, Cikokol Tangerang (Gambar di ambil pada 09 Januari 2011)
Yang telah saya ketahui adalah di Kota Tangerang terdapat cukup banyak geng atau komunitas graffiti, seperti SALMONIS SQUAD, MESM ART, OTAK KANAN, REAL ART dan seluruhnya tergabung dalam komunitas induk graffiti Tangerang yaitu KIP (Key Idealist Project). Mereka yang tergabung merupakan orang-orang yang mempunyai kesamaan frame pada bidang minat,bakat,visi dan misi.
Dalam pembuatan graffiti dan Mural disesuaikan dengan lokasi dan sarana. Pada tembok warga yang sebelumnya telah mendapatkan ijin terlebih dahulu mereka bisa mulai ‘mengebom’ (sebutan lain untuk membuat graffiti dan mural) kapan saja, tapi pada tembok pemerintah atau instansi perusahaan, mereka melakukannya dengan ilegal, menurut Yunan (Personil Real Art), dalam mengebom tembok milik pemerintah mereka lakukan diatas lewat tengah malam, biasanya beberapa meter dari tempat pengecatan ada personil lain yang berjaga untuk menghindari rajia oleh oknum polisi, satpam pabrik, atau satpol pp. Kelompok Graffiti yang pernah tertangkap adalah Yart Art (Kelompok Graffiti di daerah Tiga Raksa), ketika sore hari membom tembok lapangan sekitar Tiga Raksa tertangkap tangan oleh polisi, konsekwensi yang di dapat adalah seluruh peralatan aksi di sita dan mereka harus menghapus graffiti yang telah mereka buat. Dalam kejadian seperti itu tidak jarang mereka mengalami perlakuan yang lebih kasar daripada sekedar di suruh membersihkan tembok semata, biasanya berupa kekerasan fisik.
Kembali pada bahasan Kelompok Graffiti, komunitas KIP yang sudah besar juga memproduksi stiker dan kaos ber-desain graffiti yang mereka buat. Hal tersebut merupakan upaya untuk pengumpulan dana yang nantinya akan digunakan untuk membom tembok, karena komunitas-komunitas tersebut tentu tidak mendapat dana dari pemerintah setempat. Mereka juga menerima order untuk pengeboman, seperti mengecat sekolah TK, dan juga mengikuti kompetisi juga lomba-lomba graffiti.
I . 3 . JUDUL VS KONTEKS SOSIAL
Berbeda dengan dua tugas sebelumnya yaitu menganalisis lagu, pada tugas kali ini saya mengkaji sebuah kebudayaan menyimpang dari kebudayaan dominan yaitu seni graffiti dan Mural. Ketertarikan saya akan graffiti berawal dari pemaparan Ibu selaku dosen mengenai graffiti pada perkuliahan kajian budaya beberapa bulan yang lalu. Bagaimana Ibu menceritakan tentang para graffitor (sebutan untuk pembuat graffiti) ketika melakukan aksinya, saya benar-benar tertarik dan membuat saya ingin lebih dalam mengetahui seluk beluk graffiti dan juga mengkajinya. Akhirnya pada tugas kali ini saya mengangkatnya dengan judul “Graffiti & Mural Sebagai Bentuk Ekspresi Ketidakpuasan Terhadap Keadaan Sosial” .
Pelaku graffiti yang biasa disebut graffitor atau bomber tiadklah banyak, mereka yang akhirnya menjadi seorang bomber merupakan orang-orang yang tidak puas terhadap fenomena, keadaan sosial, sistem, dan bukan orang yang serta-merta melakukan grrafiti karena iseng belaka. Seni grafiti lahir dari jalanan, timbul karena satu perasaan mengenai rasa ketidaksesuaian dengan sistem, dan peraturan. Maka mereka mengungkapkan ide dan  gagasan melalui graffiti , tapi secara heroik.  Dan juga karena adanya sekat dalam kelas-kelas sosial yang erpisah dan terpaut begitu jauh menimbulkan kesulitan bagi masyarakat golongan tertentu untuk mengekspresikan kegiatan seninya. Akibatnya beberapa individu menggunakan sarana yang hampir tersedia di seluruh kota, yaitu dinding.
Sehingga dibalik itu semua terdapat sebab yang mengakibat kan timbulnya kelompok-kelompok graffiti ini. Para Bomber juga adalah mereka para seniman jalanan yang tidak terbiasa dengan kesenian mapan dimana pelukis yang menyapukan kuasnya pada kanvas yang mahal, mereka jauh dari kemapanan.
Para Graffitor tersebut juga banyak yang tidak diterima dan di cemooh oleh masyarakat umum karena graffiti mereka yang dipandang hanya sebatas pengotoran dan pengrusakan fasilitas umum dan dianggap meresahkan. Padahal apabila kita pandang dari kacamata yang berbeda, graffiti dan mural merupakan lukisan-lukisan yang indah apalagi pada mural yang berisi pesan, nasihat dan himbauan. Terlebih lagi mengingat saat ini tembok –tembok jalanan habis dimakan poster-poster iklan, selebaran, pamflet, dan media kampanye saat pemilu. Lebih baik tembok-tembok kota dihiasi warna-warni graffiti dan mural. Dan karena faktor-faktor itulah maka graffiti dijadikan sebagai sarana pemberontakan.
Berbeda dengan kota-kota lain, Jogjakarta dan Bandung menjadi tempat yang legal untuk melakukan graffiti dan mural karena kegiatan mereka (para bomber) pun, di biayai oleh pemerintah setempat. Pemerintah dan masyarakat disana menganggap mural dan graffiti sebagai keindahan kota, jadi tiak heran apabila sangat mudah menemukan graffiti pada tembok-tembok jalanan dan tembok pemerintahan yang berisi graffiti, tetapi bisa jadi dukungan penuh pemerintah akan graffiti merupakan salah satu upaya pemerintah untuk membungkam pemberontakan dengan cara memfasilitasi.  Sadar atau tidak, dengan kenyamanan para bomber akan difasilitasinya setiap aksi mereka, membuat mereka tidak lagi menjadi peka dan mengkritisis berbagai fenomena sosial seperti yang terjadi di Jakarta dan Tangerang. Di jakarta dan Tangerang aksi graffiti dilakukan dengan heroik, mereka menentang sistem dan mengkritisi pemerintah, tetapi tidak jarang bentuk kritisan mereka dimentahkan kembali oleh pemerintah dengan cara menimpa graffiti dengan poster atau media kampanye sehingga karya graffiti tidak tersalurkan dan pesannya tidak sampai kepada halayak. Dan hal-hal seperti itulah yang menyebabkan idealis mereka terhadap keyakinan akan perlawanan terhadap kondisi sosial yang tidak sesuai dengan yang mereka inginkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2 . I. KONSEP
Graffiti yang merupakan karya seni yang mempunyai komposisi isi, bentuk, warna dan volume serta membentuk tulisan-tulisan yang rumit, sulit dibaca dan berisi pesan kritik berupa ketidakpuasan terhadap kondisi sosial. Dalam kajian budaya semua itu dapat dikaji dengan menggunakan konsep identitas, dan semiotik.
2. I . I. IDENTITAS
Identitas adalah mengaplikasikan wacana ke dalam teks (www.wikipedia.com). Teks yang di maksudkan disini adalah tulisan-tulisan yang tertuang ke dalam puisi, novel, media, teks yang ada di sebuah kaos atau baju sampai kepada graffiti yang saat ini saya sedang analisis. Secara keseluruhan, teks yang di tuliskan bukanlah sebuah teks biasa, secara tersirat teks-teks tersebut mempunyai sebuah makna, dan sebagian besar makna yang terkandung kalam teks itu adalah semua yang berbau perlawanan dan pemberontakan.
Wacana yang dimasukkan dalam teks berbentuk graffiti adalah wacana mengenai pemberontakan dan ketidaknyamanan terhadap kondisi sosial, terbukti dengan banyaknya graffiti mural dengan tulisan “jangan bunuh karya kami”, “hargai karya kami”, itu merupakan pesan yang maknanya menginginkan sedikit penghargaan dengan pengakuan terhadap para graffitor oleh masyarakat.
2 . I . 2.  SEMIOTIK
Menurut Ferdinand de Saussure (tokoh yang mengemukakan semiotika) mendefinisikan semiotika sebagai ilmu yang mengkaji tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial.  Semiotik merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia. Secara singkat dapat dituliskan bahwa semiotik merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan merupakan bentuk dari tanda-tanda. Semiotik juga mempelajari tentang sistem-sistem, aturan-aturan, yang memungkinkan tanda tersebut memiliki arti.
Mengkaji graffiti berdasarkan konsep semiotik, kita dapat menganalisis tanda terdapat dalam sebuah graffiti seperti mural monster yang digambarkan bergigi taring dan bermata banyak (misal), dapat diartikan bahwa para bomber dengan satu komunitas (satu tubuh monster) mempunyai banyak anggota (mata tyang banyak) dan mereka adalah orang-orang yang liar dalam artian brutal karena yang dilakukan mereka adalah memberontak dan mengkritisi kondisi sosial yang tidak sesuai dengan yang seharusnya
.
2 . 2. TEORI
Graffiti dan Mural dapat pula dikaji kedalam teori komunikasi, diantaranya adalah teori Disonansi Kognitif, dan Teori Interaksionalisme Simbolik.
2 .2 .1 TEORI DISONANSI KOGNITIF
Teori Disonansi Kognitif adalah ketidak sesuaian antara apa yang di ketahui atau di yakini dengan apa yang di lakukan. Tokoh yang mencetuskan mengenai teori ini adalah leon festinger, beliau menyatakan : “Perasaan yang tidak seimbang dikatakan sebagai disonansi kognitif.  hal ini merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”. Festinger memandang orang-orang sebagai individu yang berfikir, dimana harus mempunyai pertimbangan di dalam pemikiran mereka seperti halnya tindakan mereka.
Teori ini jika dihubungkan dengan graffiti adalah pada para bomber yang mana mereka telah ketahui bersama bahwa membuat graffiti atau mural pada tembok pemerintah akan melanggar hukum, tetapi mereka mengesampingkan hal tersebut dan terus melanjutkan aksi. Ketidak sesuaian akan pelanggaran hukum yang mereka ketahui tetapi mereka tetap melakukannya itulah yang disebut sebagai disonansi, maka mereka akan mencari upaya untuk mengurangi disonansi tersebut, misal dengan mengebom pada waktu lewat tengah malam. 
2 . 2 . 2. INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Interaksionisme Simbolik merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan simbol dalam interaksi sosial.  Simbol meliputi pesan non verbal, perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.Teori ini di cetuskan oleh susanne k. Langer, dengan pemaparan bahwa “salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang karena memang manusia adalah satu-satunya mahluk yang menggunakan lambang, itulah yang membedakan dengan mahluk lainnya”.
Teori ini sangat sesuai dengan graffiti, dimana para bomber melakukan proses komunikasi kepada halayak umum melalui simbol berupa gambar graffiti dan mural. Mereka mengungkapkan apa yang ada pada diri mereka melalui graffiti, yang mana disini graffiti berperan sebagai pesan nonverbal yang nantinya akan disampaikan kepada khalayak umum (masyarakat secara luas). Graffiti dengan bentuk yang rumit dapat dipersepsikan sebagai gambaran tentang kerumitan kehidupan para graffitor tersebut, ataupun gambar mural yang berisi himbauan dan pesan moral yang dibuat dengan simbol-simbol dan komposisi warna yang semua itu telah di konsepkan sedemikian rupa sehingga mempunyai makna.

BAB III
METODELOGI KUNCI
3 . I SUBCULTURE
Di dalam kajian budaya, terdapat tiga pendekatan yang dipakai yaitu , etnografi, tekstual, dan resepsi.
Etnografi berasal dari bahasa latin yaitu etos yang berarti bangsa atau suku bangsa dan graphein yang berrti tulisan atau uraian . Etnografi merupakan strategi penelitian ilmiah yang sering digunakan dalam bidang ilmu-ilmu sosial, khususnya dalam antropologi dan dalam beberapa cabang sosiologi juga dikenal sebagai bagian dari sejarah ilmu yang mempelajari orang-orang, kelompok etnis dan formasi etnis lainnya. Etnografi sendiri merupakan pendekatan kulturalis dan penekanan pada pengalaman hidup sehari-hari. Etnografi mengkaji tentang kehidupan dan kebudayaan masyarakat atau etnik, misal adat istiadat, kebiasaan hukum, seni, religi, dan bahasa. Dan dalam etnografi terdapat objek kajian yaitu subculture yang akan saya gunakan pada tugas analisis graffiti kali ini.
Subculture adalah budaya kecil yang merupakan kaum minoritas yang menentang kebudayaan induk (kebudayaan menyimpang), tapi dalam realitanya tidak selamanya subculture menjadi yang terasingkan dalam artian, lama kelamaan siklusnya akan berubah, seperti digunakan, atau dikonsumsi  sehingga tidak lagi menjadi kelompok menyimpang. Siklusnya seperti ini, pertama budaya subculture merupakan budaya minoritas yang di tentang keberadaannya karena dianggap menyimpang dari kebudayaan dominan, tetapi ketika mungkin tend atau life style berubah, banyak orang yang akan menyukai, berawal dari rasa suka tersebut orang-orang akan mulai menggemari dan berlanjut dengan mengkonsumsi budaya tersebut, dan akhirnya budaya menyimpang tadi menjadi lazim dan berubah haluan menajdi budaya dominan.
Kembali pada pembahasan awal mengenai subculture yang merupakan kebudayaan kecil yang menyimpang di tengah-tengah kebudayaan modern. Graffiti termasuk kedalam subculte, dimana graffiti tidak terbentuk dari tangan-tangan kemapanan melainkan sebaliknya, para graffitor merupakan kelompok yang anti kesenian mapan seperti melukis pada kanvas, kelompok ini lebih suka mengekspresikan diri dengan melukis pada tembok jalanan sebagai medianya, dan disana pulalah bentuk dari penyimpangannya. Kelompok graffiti di cemooh dan di kucilkan oleh publik karena dirasa telah menyimpang dari aturan yang da juga karena mereka memberontak terhadap sistem. Maksudnya adalah, mencorat-coret tembok bagaimanapun bentuknya oleh masyarakat dianggap sebagai tindakan kriminal karena merusak keindahan kota. Tapi dalam prakteknya justru yang mereka lakukan adalah dengan maksud memperindah kota denagn warna warni serta kreasi mereka yaitu mural dan graffiti, karena dalam proses pembuatan graffitinyapun mereka terlebih dahulu membersihkan tembok dari kotoran dan sisa-sisa lem serta kertas yang di tempel pada tembok-tembok kota (biasanya poster iklan dan media kampanye). Tapi kebanyakan masyarakat masih melihat kelompok ini sebagai kelompok pemberontak, padahal kalaupun mereka melakukan pemberontakan, mereka tidak melakukan pengrusakan terhadap fasilitas umum melainkan menyalurkan rasa memnberontak tersebut dengan membuat mural yang berisi kalimat-kalimat yangs sesuai dengan apa yang mereka rasakan. Disinilah kurangnya edukasi terhadap masyarakat dan jiwa kepekaan yang minim.
Padahal, pelaku graffiti tersebut rata-rata berusia 13 tahun sampai 30 tahun, merupakan usia  remaja dewasa yang mana pada jaman sekarang sangat sulit menemukan anak muda (remaja) yang mempunyai kepekaan yang tinggi akan konflik serta kondisi sosial kemudian dengan berani mempublikasikannya ke tembok jalanan yang notabene akan dengan mudah dilihat oleh para pengguna jalan.
Mereka yang tidak suka terhadap kondisi sosial, fenomena serta realita sosial yang saat ini telah dikungkung oleh sistem dan dikuasai pejabat membuat meraka memberontak dan menyuarakan pemberontakan mereka melalui graffiti, itulah point power dari kelompok subculture graffiti dan mural yang jarang sekali orang mau peduli akan karya mereka. Mereka tetap berkreasi walau di benci karena komitment mereka yang mempertahankan sikap serta perlawanan.


BAB IV
PEMBAHASAN
4 . I .  Graffiti Mural pada tembok Terminal PAM Tangerang (Gambar di ambil pada sabtu, 08 Januari 2011)
Ket :
Gambar bangunan kota dengan tulisan warna warni kota. Di atas bangunan kota sebelah kanan terdapat karikatur dengan tulisan “we are sad” dan pada sisi atas bangunan sebelah kiri terdapat karikatur dengan tulisan “yeah”. Di dalam kota tersebut terdapat robot yang sebenarnya merupakan tulisan AMO (Komunitas Bomber yang membuat graffiti) yang di konstruksi sehingga menyerupai robot.
Hasil Analisis :
Tulisan “Warna Warni Kota Tangerang” yang di tuliskan di atas gambar bangunan kota yang tidak mendetail, dimaksudkan untuk menyindir kota yang biasa-biasa saja, terlihat dari tidak sinkronnya antara tulisan dengan gambar bangunan kota, dimana bangunan kota dilukis hanya dengan satu dominan warna yaitu kelabu. Hal tersebut terbukti dengan karikatur yang berkata “we are sad” dan disetujui oleh karikatur pada sebelah kiri atas bangunan kota yang menjawab “yeah”. Gambar Robot yang merupakan kamuflase dari graffiti AMO dimaksudkan untuk memberi penjelasan bahwa bomber berperan dalam mewarnai kota yang kelabu, maka mereka menjadi robot penghias kota.
Selama ini tidak ada sesuatu hal yang benar-benar mewarnai kota, seperti yang kita ketahui bersama, kota-kota besar biasanya di warnai dengan iklan, media kampanye dan himbauan pemerintah, dan tidak ada sesuatu hal yang benar-benar meyegarkan mata kita, itulah wujud kemirisan para bomber terhadap kondisi sosial.
4 . 2. Graffiti Mural pada Tembok di terminal PAM Perumnas Tangerang (Gambar diambil pada Sabtu, 08 Januari 2011)
Ket :
Mural yang berupa tubuh monster tanpa kepala yang pada bagian kepalanya ditiadakan dan diganti dengan graffiti “for israel”, dan pada bagian tangan mencengkeram bom. Pada sisi samping karakter terdapat tulisan “laknat siap mendekati kalian” dan tertulis identitas pembuat graffiti yaitu komunitas mesm art.
Hasil Analisis :
Mural diatas di peruntukkan pada negara Palestina sebagai negara pembunuh yang disimbolkan dengan tangan monster yang mencengkeram bom sebagai alat pembunuh, dan pada realitanyapun negara Israel dalam menghancurkan palestina menggunakan senjata andalan berupa Bom, Nuklir dan bahan Peledak massal lainnya. Mural yang digambar sangat rumit memberi gambaran akan konflik dan permasalahan yang diciptakan Israel. Serta monster yang tidak berkepala memberi penjelasan bahwa Negara Israel sudah tidak berfikir menggunakan akal sehat lagi. Tulisan “laknat siap menjemput kalian” adalah bentuk kemurkaan para bomber terhadap sikap tidak manusiawi Israel. Dan dengan adanya mural ini, terbukti bahwasanya para bomberpun peka terhadap konflik internasional.
4 . 3.  Graffiti Mural pada tembok Lapangan Porci Perumnas IV Tangerang (Gambar di ambil pada sabtu, 08 Januari 2011)
Ket :
Pada gambar terlihat banyak monster, pada sisi sebelah kanan, monster tersebut digambar secara terbalik, tetapi penulisan kata-kata “i dont care” tetap pada posisi sewajarnya, dan  pada sebelah kiri terdapat satu monster yang melambaikan tangan dengan mengucapkan “i’am free”.
Hasil Analisis :
Sosok monster yang banyak tersebut digambarkan sebagai para bomber. Monster  yang dilukis dengan posisi terbalik menggambarkan bomber yang berpikir “out of the box” dimana dalam posisi dan kondisi apapun sekalipun menghadapi realitas sosial yang tidak diinginkan, bomber tetap dapat berkreasi. Selain itu secara tersirat hal tersebut merupakan luapan dari justifikasi masyarakat yang sebelah mata, maka mereka menggambarkan bahwa diri mereka tidak ‘waras’ sekalian dan mereka tetap mengacuhkan apapun statement negative tentang mereka dengan menuliskan “i dont care”, kata-kata i dont care tidak hanya di peruntukkan bagi masyarakat yang tidak menyukai mereka tetapi juga kepada pemerintah yang tentu saja memerangi aksi-aksi mereka, maka mereka menuliskan “i’am still free” yang artinya mereka masih bebas terhadap jerat hukum, selama mereka masih bebas mereka akan terus berkreasi dan tidak peduli akan pandangan orang terhadap mereka.”
4 . 4. Graffiti pada tembok jalan pajajaran kampung Dumpit kec. Gandasari Tangerang (gambar diambil pada Sabtu,08 Januari 2011)
Ket :
Graffiti yang tidak jelas menuliskan tentang apa, pada badan graffiti terdapat tulisan “projeck Block” dan di sisi kanan atas terdapat tulisan “Jangan bunuh karya kami”.
Analisis :
Graffiti yang di buat memang umumnya berbentuk sangat rumit dan sulit untuk dianaliss, dan pada gambar, kerumitan tersebut merupakan gambaran dari rumitnya sistem sosial yang mengekang kebebasan berekspresi mereka. warna putih pada graffiti mencerminkan kesucian dan hijau berarti nilai keagamaan, hal tersebut menunjukkan jeritan mereka bahwa meskipun mereka radikal namun mereka juga manusia yang sama dengan masyarakat yang lain, dan warna hitam pada siku-siku gambar, merupakan ketegasan yang menegaskan bahwa mereka juga manusia dan merekapun beragama. Dan semua ekspresi tadi disimpulkan dalam kata-kata “Jangan bunuh karya kami”.
4 . 5. Graffiti Mural pada tembok Cikokol Tangerang (gambar diambil pada minggu, 09 Januari 2011)
Ket :
Dua monster art yang terlihat saling berkomunikasi, dan kalimat yang mereka komunikasikan saling berkesinambungan. Pada monster hitam tertulis “penghias kota”, dan monster putih tertulis “tanpa tanda jasa”.
Hasil Analisis :
Pada mural diatas tertuliskan dengan sangat gamblang mengenai peran bomber sebagai penghias kota tanpa tanda jasa. Mereka menganggap dirinya sebagai para pelukis jalanan yang karya ciptaan mereka dirasa bernilai seni tinggi dan patut dinikmati masyarakat lain. Dan para bomber itu mempunyai kesadaran yang tinggi untuk memperindah kota dengan karyanya, kemampuan melukis mereka manfaatkan dengan sangat baik untuk mempercantik kota sehingga bakat mereka tidak menjadi mubazir. Selain itu, tulisan “tanpa tanda jasa” menjadi bentuk sindiran untuk pemerintah setempat bahwasanya mereka menghiasi kota tanpa pamrih, dan tidak meminta imbalan atas jasa mereka. Dan seperti yang telah di tuliskan sebelumnya bahwa komunitas bomber menggunakan anggaran sendiri ketika ingin membuat graffiti. Mereka menyuarakan apa yang menjadi jeritan para bomber bahwasanya apa yang selama ini dilakukan semerta-merta hanya untuk mempercantik kota.
4 . 6. Mural yang di upload pada blog komunitas pembuat graffiti Tangerang, salmonis squad : www. salmonissquad.blogspot.com
Ket :
Mural berisi himbauan “cintai budaya sendiri” , terdapat karikatur arjuna membawa kuas dan disebelah kanan terdapat karikatur wanita dengan ucapan “tidak lupa budaya sendiri”.
Analisis :
Mural diatas berisi himbauan akan pentingnya budaya sendiri, dengan membuat mural yang demikian, kita dapat mengetahui para bomber yang mempunyai jiwa sosial dan kepekaan yang tinggi akan budaya indonesia. Dan agar identitasnya sebagai bomber tetap terjaga, gambar sang arjuna tersebut membawa kuas sebagai label dari seorang graffitor. Edukasi terhadap masyarakat mengenai himbauan untuk mencintai dan budaya Indonesia malah dilakukan oleh para bomber, lantas dimana peran pemerintah?? Itu pula yang mungkin membuat muak para bomber, pemerintah hanya hanya memasang baligho besar-besar berisikan kampanye dan iklan, serta poster-poster yang pada pemasangannya justru membuat kotor. Disinilah peran para bomber yang masih juga dipandang sebelah mata.

Leave a Reply

add your comment in here