ROKOK ITU TEMAN KERJA
“Kamu seksi, tubuhmu mungil namun memabukan, kamu membuat orang menggila sampai tidak dapat melepasmu. Bibir- bibir itu mencium, sesekali menjilati tubuh manismu. . Kamu membuat mereka terlena dalam buai asapmu. Mereka mencumbumu dan melakukannya berulang-ulang tanpa pernah bosan. Kamu sangat cantik untuk mereka nikmati . mereka tidak peduli tersesat karena racunmu. Mereka memuja dan mencintaimu.”
Selama hampir satu bulan (terhitung sejak tanggal 23 Juli sampai ke 21 Agustus), aku berada pada lingkungan asap rokok. Mengapa aku katakan demikian, aku dikelilingi oleh para perokok berat, yang mana setiap harinya mereka menghabiskan hampir dua bungkus rokok perhari. Sepenglihatanku seperti itu, entahlah mungkin bisa kurang atau lebih daripada itu, hanya mereka pribadi yang tau. Sedikit menjelaskan, aku dan mereka (yang aku maksud sebagai perokok itu) bertemu dalam sebuah workshop yang mengikat kami kedalam satu komunitas dan membuat kami selalu bersama setiap harinya.
Tidak semua diantara mereka perokok, tetapi sebagian besar. Bahkan ada beberapa wanita yang juga merupakan perokok berat. Aku tidak tau mengapa mereka (teman wanita) begitu menyukai rokok, dan aku tidak mau tau. Itu hidup mereka, itu hak mereka. Ada beberapa teman wanita lain yang non-rokok terkadang merasa terganggu dengan asap rokok yang berseliweran. Kerap kali mereka terbatuk-batuk atau menutupi hidung serta mulut mereka dengan tangan. Yang paling sering dilakukan adalah menghindar. Aku pribadi tidak pernah merasa merasa terganggu, dengan asap dimana-mana. Aku menganggap rokok itu bagian dari seni, dan aku suka memperhatikan mereka merokok. Bagaimana cara mereka menghisap, dan membuat asap.
Dalam workshop ini, seperti yang telah aku ceritakan diatas, aku berada diantara para perokok. Mereka aktif merokok sehingga aku berani mengatakan bahwa mereka adalah perokok berat. Aku menjadi perokok pasif dimana aku tidak merokok tetapi sering menghirup asap rokok. Yang aku pernah ketahui, perokok pasif lebih terancam kesehatannya daripada perokok aktif. Entahlah, aku tidak terlalu peduli, dan ancaman tersebut juga tidak menjadi pemicuku untuk menjadi perokok aktif.
Kami mengerjakan banyak hal dalam workshop ini, atau kata lainnya, banyak hal yang kami kerjakan. Banyak sekali. Aku dan teman-teman perokokku menjadi manusia malam. Kami sangat produktif dimalam hari dan pasif di pagi sampai ke siang hari. Karena antara pagi dan siang hari itu adalah waktu kami tidur. Kami terbiasa bergadang, menghabiskan waktu di depan leptop dan komputer. Memang tidak selalu semuanya bekerja, ada yang benar-benar sibuk bekerja seperti editing, transkrip, sub tittle, menulis dan ada juga yang asik online serta sibuk sendiri dengan blog, youtube, twitter, email, facebook, dan lain-lain.
Waktu tidur kami sangat sedikit, seringnya hanya 3 sampai 4 jam dan yang lebih parah, terkadang diantara kami ada yan tidak tidur sama sekali. Dengan waktu kerja yang padat tersebut pasti akan sangat membosankan para perokok tersebut apabila terlarut dalam kesibukannya. Maka dari itu mereka merokok.
Para perokok itu tidak kenal waktu dan tempat. Dengan prinsip mana suka, mereka merokok sesuka hati mereka. Kapanpun. Dimanapun. Entah itu sedang dalam pemberian materi sampai ke yang lebih santai, oh itu pasti. Sedikit mendeskripsikan, Ruangan kerja penuh dengan asap rokok. Sudah seperti api unggun, panas dan asapnya kemana-mana dan membuat ruangan menjadi sedikit pengap. Selain di dalam asbak, abu rokok bertebaran kemana-mana. Rasanya asik bila melihat beberapa teman yang terganggu dengan keadaan tersebut. Menjadi hiburan tersendiri untukku melihat mereka mengomel tentang rokok.
Teman-teman perokokku seperti tidak dapat bekerja tanpa rokok. Lihat saja digambar-gambar yang aku sertakan. Rokok ada ditangan mereka yang sedang bekerja dan mereka tetap fokus. Gambar rokok di tangan sebelah kiri, di atas keyboard leptop, di depan layar komputer, di hadapan monitor leptop, di paha wanita, bahkan dan dimana-mana, semua itu dilakukan pada saat bekerja. ini jujur dan tidak direkayasa.
Mereka si para pekerja keras sekaligus perokok, setelah rokoknya habis tidak akan berhenti disana. Terkadang beristirahat sejenak, tetapi seringnya langsung menyambung rokok yang selanjutnya. Rokok benar-benar menjadi teman saat mereka bekerja.
Aku sempat iseng, dengan sengaja aku mengosongkan asbak dan memperhitungkan waktu pada saat nantinya asbak itu dipenuhi puntung-puntung rokok. Dan sekitar 2 jam kemudian, asbak itu penuh sekali dengan rokok. Entah mengapa aku senang melihat puntung-puntung rokok itu, mereka tidak berdaya, nikmat tetapi habis manisnya lalu dibuang.




