• RSS
  • Facebook
  • Twitter
Comments


ANALISIS ISI WACANA
(Diajukan Sebagai Tugas Ujian Tengah Smester)
Analisis Wacana Kritis Pesan Komunikasi Politik Pada Film Tragedi 1998
Disusun oleh :
Susan Sri Jayanti
6662091723

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI-JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – 2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
            Dalam fase kehidupan, manusia mengalami masa anak – anak, dewasa, hingga tua yang berjalan melaui proses. Proses kehidupan tersebut terekam dalam sebuah ingatan yang terdapat di dalam otak manusia. Ingatan mengenai peristiwa yang telah berlalu namun masih dapat di putar dan di hapuskan tersebut yang di katakan sebagai kenangan.
            Dengan berlanjutnya usia yang semakin tua, ingatan manusia pun menjadi lemah karena fungsi otak yang tidak lagi dapat maksimal. Oleh karena itu, untuk dapat merekam sebuah memori tidak dapat lagi mengandalkan ingatan manusia. Di perlukan terdapatnya sebuah alat yang mampu menampilkan suatu kejadian nyata yang dapat di putar kapan pun.
            Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, di temukanlah suatu alat yang mampu merekam kejadian, yaitu kamera video. Dengan kamera video, seseorang dapat merekam suatu kejadian, merekonstruksi sampai kepada memanipulasi. Maraknya penggunaan kamera video sendiri terdapat sejak jaman perang dunia pertama.
            Pada masa itu, perang dunia di dokumentasikan ke dalam sebuah kamera video dengan maksud untuk menjadikannya sebagai arsip sejarah. Proses perekamannya pun dilakukan oleh insan pers, karena dimasa perang dunia, hanya sedikit orang yang mampu membeli dan memiliki kamera video karena harganya yang mahal. Dan pemanfaatan kamera video, lebih banyak dilakukan oleh insan pers untuk diolah menjadi informasi yang kemudian di semestakan kepada khalayak yang lebih luas.
            Dan sampai saat ini, praktek tersebut masih dilestarikan terutama oleh para insan pers sebagai bentuk pendokumentasian terhadap kejadian. Pembuatan dokumentasi pun tidak hanya dilakukan oleh insan pers, banyak pula individual yang memanfaatkannya. Namun, dengan sifatnya yang individual, video tersebut menjadi konsumsi pribadi yang dinikmati sendiri.
            Berbeda dengan video yang di rekam oleh insan pers yang memang di peruntukan kepada publik, isinya berupa informasi. Informasi tersebut dapat bermanfaat baik, namun bukannnya tidak mungkin berisi hal hal negatif yang memang sengaja. Kesengajaan tersebut berkaitan dengan kepentingan si pembuat video.
            Baik video dokumenter maupun video fiktif, keduanya dibuat dengan tujuan tertentu dan mampu membentuk opini publik. Seperti contoh, video yang berisikan pornografi jika di konsumsi terus menerus, akan merangsang otak untuk melakukan tindakan yang berbau seksualitas. Dan begitulah cara kerja video dalam mempengaruhi perilaku, sikap serta pengetahuan seseorang.
            Dewasa ini, kebutuhan manusia tidak hanya sandang, pangan dan papan namun juga hiburan berupa tayangan informasi. Salah satu bentuk hiburan yang berisi hal hal yang bersifat informastif adalah film. Sama seperti video, terdapat dua jenis film, yaitu film dokumenter dan film fiksi. Film dokumenter adalah film yang merekam kejadian nyata tanpa adanya unsur acting, sedangkan film fiksi, adalah film rekayasa yang isinya dibuat dengan skenario. (www.wikipedia.com)
            Meskipun film dokumenter merekam kejadian berdasarkan realita, namun pesan di dalam film tersebut masih dapat di manipulasi. Seperti yang telah di tuliskan sebelumnya, akibat adanya maksud, tujuan dan kepentingan tertentu. Bahkan sudah sejak lama, film di jadikan sebagai alat propaganda untuk menggiring opini publik sampai kepada tujuan penjatuhan rezim.
            Terjadinya proses komunikasi dalam sebuah film pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan yang jelas melalui media film dengan efek dan feedback tertentu. Penyampaian pesan berkaitan erat dengan pembentukan opini, menurut Bernard Hennesy, bahasa yang berlaku dalam komunikasi adalah kata kata lisan melalui hubungan antara jaringan komunikasi yang besar dan kecil, dan dengan pemilik opini mengenai isu kepentingan umum/ publik.
            Dengan demikian, jelas bahwa sebuah film dapat di tunggangi berbagai kepentingan. Motifnya pun dapat bermacam macam, yang semuanya kembali ke satu titik yaitu pembentukan opini publik. Opini publik dapat terbentuk dari adanya pengaruh pesan yang di sampaikan, baik berupa pesan verbal maupun pesan non verbal. Pesan verbal dalam sebuah film jelas tertuang dalam kata kata yang di ucapkan melalui lisan, sedangkan pesan non verbal berupa simbol, lambang, dan tanda dalam isi film.
            Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis terhadap salah satu film dokumenter kesejarahan Indonesia, yaitu tragedi 1998. Film tersebut berisikan perjalanan pergerakan mahasiswa melawan rezim Soeharto. Sehingga, terlihat bahwa terdapatnya hubungan antara opini publik dengan demokrasi. Apalagi setting atau tempat kejadian berada di Indonesia yang di ketahui merupakan negara yang menganut azas demokrasi.
            Pada pasal 28E Undang Undang Dasar 1945 di katakan bahwa rakyat Indonesia bebas berkumpul mengeluarkan pendapat melalui tulisan dan lisan. Dan pasal tersebut benar benar di manfaatkan dengan baik oleh rakyat Indonesia, khususnya mahasiswa di dalam film tragedi 1998. Di mana Mahasiswa dengan dengan kekuatan retorika menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, namun, dalam setiap aksi demonstrasi selalu mendapat pengawalan ketat dari aparatur pemerintahan mulai dari polisi, sampai kepada militer.
            Dari keseluruhan rangkaian film dokumenter tersebut mengenai upaya mahasiswa melakukan pemakzulan terhadap presiden Soeharto, penulis tertarik untuk melakukan penelitian analisis wacana kritis dalam film tersebut. Penulis tidak menganalisis kata perkata namun akan melakukan analisis terhadap pesan apa yang sebenarnya ingin di sampaikan dari film tersebut.

1.2  Perumusan Masalah
Atas dasar latar belakang yang telah penulis uraikan, maka dapat dibuat perumusan masalah supaya tetap pada koridor tujuan di buatnya penelitian ini. Perumusan masalahnya adalah “seperti apa pesan komunikasi politik yang terdapat pada film tragedi 1998?”

1.3  Tujuan Penelitian
            Dari perumusan masalah yang telah di tuliskan di atas, di buat penurunan kembali mengenai tujuan yang ingin penulis capai, yaitu mengetahui seperti apa pesan komunikasi politik pada film tragedi 1998.


1.3.1        Kegunaan Penelitian :
            Setiap penelitian pasti memiliki manfaat, termasuk dalam penelitian yang satu ini. Dan manfaat tersebut penulis kategorikan kedalam dua jenis, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Kedua penjelasan manfaat tersebut di tuliskan di bawah ini :


1.       Kegunaan teoritis
            Penelitian ini  dapat menjadi sumbangsih pengetahuan, terfokus kepada keilmuan bidang komunikasi yang memang pesan komunikasi politik menjadi salah satu kajiannya.

2.      Kegunaan Praktis
Selain dapat menjadi bahan rujukan dan masukan untuk penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat direkomendasikan kepada mahasiswa dan masyarakat :
a)      Manfaat untuk mahasiswa, memberikan pemahaman baru mengenai pesan non verbal dan komunikasi politik yang terdapat dalam sebuah film. Sehingga, mahasiswa mampu mengkaji isi film dengan melek media (media literasi).
b)      Manfaat untuk masyarakat, memberikan informasi baru mengenai pesan yang tidak ditampilkan secara langsung. Sehingga masyarakat dapat mengetahui, betapa pentingnya media literasi sebagai acuan dalam menonton suatu film.
[...]

Categories:
Comments


METODE PENELITIAN KUALITATIF
(Diajukan Sebagai Tugas Ujian Tengah Semester)
Pola Komunikasi Antar Anggota Gay
pada Komunitas Gay di Kota Tangerang
(Studi Fenomenologi pada Anggota Gay di Komunitas Gay Kota Tangerang)

FISIP-NEW
Disusun oleh :
Susan Sri Jayanti
6662091723

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI-JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – 2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
            Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup secara individual, sifatnya yang sosialis menjadikan manusia harus dapat bersosialisasi dengan manusia lainnya. Bentuk sosialisasi yang terjadi adalah dengan berinteraksi atau berkomunikasi. Komunikasi sendiri merupakan proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan melalui media tertentu dengan menghasilkan efek dan feedback. Dalam hubungan bersosialisasi, seorang manusia tidak dapat saling memproteksi dirinya dengan lingkungan sosial, sebab, bagaimana pun seseorang nyaman dengan kesendirian akan ada saatnya ketika membutuhkan bantuan dari orang lain.
            Dalam sebuah lingkungan, seorang individu harus dapat mensinergikan diri dengan elemen lingkungan lainnya. Selain itu, dirinya juga harus mampu mensinkronisasikan  diri secara pribadi dengan aturan sosial yang telah di terapkan di daerah tempat tinggalnya. Karena, jika mengedepankan egosentris, hukum moral yang akan di jalankan, bisa saja di kucilkan oleh masyarakat. Maka dari itu, pentingnya sebuah penyesuaian diri dengan lingkungan tempat tinggal akan menentukan bagaimana cara pandang serta penilaian orang lain terhadap diri.
            Bentuk sosialisasi yang paling penting adalah dengan berkomunikasi, bisa secara interpersonal, kelompok, organisasi maupun secara massa. Di mulai dari lingkup yang paling kecil yaitu komunikasi interpersonal yang merupakan bentuk komunikasi yang hanya dilakukan oleh dua orang. Karena kuantitasnya yang hanya berjumlah dua orang, menjadikan jenis komunikasi ini lebih diadik dan intim, dalam artian, jarak keakrabannya sangat dekat. Komunikasi interpersonal tersebut lah yang menimbulkan terjadinya sebuah jalinan hubungan antara komunikator dengan komunikannya. Hubungan sendiri banyak jenisnya, mulai dari hubungan pertemanan, persaudaraan, sampai kepada hubungan khusus yang bersifat privat.
            Hubungan yang lebih dekat dan dalam tersebut di kenal masyarakat dengan sebutan hubungan berpacaran. Prosesi berpacaran yang di jalani seorang laki – laki dan wanita ini  pun sudah lumrah dan bukanlah menjadi hal yang tabu lagi di masyarakat. Motif dari berpacaran pun bermacam – macam, yang pasti terdapat kecocokan dan kedua belah pihak memiliki satu visi dalam membina hubungan berpacarannya. Sayangnya, proporsi dari berpacaran saat ini tidak menjunjung tinggi sikap santun. Bagi kaum muda yang sedang di mabuk cinta, simbol yang di visualisasikan terlampau vulgar, seperti berpegangan tangan, merangkul, bahkan bermesraan di muka umum seperti tidak di indahkan lagi dampaknya.
            Terlebih lagi, saat ini hubungan berpacaran yang etikanya dilakukan oleh sepasang manusia (laki laki dan wanita), telah di lakukan pula oleh sesama jenis. Faktanya, telah banyak fenomena hubungan percintaan sesama jenis yang bertentangan dengan kaidah agama dan jauh dari norma asusila pada masyarakat, fenomena tersebut adalah homoseksual.
            Di kutip dari situs www.homseks.com , istilah homoseksual di jelaskan sebagai berikut :
Homoseksual mengacu pada interaksi antara pribadi yang berjenis kelamin sama secara situasional atau berkelanjutan. Saat ini, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan /atau hubungan sexual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri merek sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas, sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada pria homoseks.
            Memang benar adanya kutipan di atas, jika melihat kepada realitas, homoseks telah menjadi fenomena sosial pada lingkungan masyarakat Indonesia. Namun, perilaku homoseksual pada wanita sesama jenis, atau yang di sebut dengan lesbi, lebih tidak dapat di tebak secara langsung, namun harus lebih kepada penafsiran yang medalam. Hal tersebut karena mata masyarakat telah sangat wajar, ketika melihat perilaku dua wanita yang berpegangan tangan atau saling mencium pipi di muka umum. Bandingkan jika perilaku tersebut dilakukan oleh sepasang laki laki, tentu akan membentuk penilaian yang berbeda. Masyarakat akan merasa resah dan menerapkan kecurigaan terhadap mereka, yang lebih parah, bukannnya tidak mungkin masyarakat akan menjadikannya sebagai bahan cibiran dan cemooh.
            Oleh karena itu, kaum homo lah yang saat ini marak menjadi bahan sorotan, apalagi sekarang, mereka tidak lagi malu dengan jati diri yang menyimpang tersebut. Buktinya adalah dengan di dirikannya Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara (KKLGN), tertanggal pada 1 Agustus 1987, oleh Dede Oetomo beserta pasangannya Rudy Mustapha. Awalnya organisasi tersebut di bentuk dengan tujuan agar para kaum gay dan lesbi di terima serta memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat lainnya. Seiring dengan bergulirnya tahun, organisasi tersebut menjadi pijakan bagi para gay dan lesbi dalam melebarkan sayap eksistensi.
            Permasalah lain yang di hadapi para homoseks , mereka kurang di terima dan tidak mendapat tempat di lingkungan masyarakat. Masyarakat telah mensetereotipkan para kaum homoseks sebagai kaum yang asing yang tidak sama dengan masyarakat pada umumnya, bahkan sampai kepada justifikasi bahwa kaum homoseks adalah aib. Meskipun organisasi KKLGN telah berdiri lama, namun diskriminasi terhadap kaum homoseks masih juga marak. Dalam mempertahankan eksistensinya, sepak terjang KKLGN merambah ke daerah daerah perkotaan besar seperti Surabaya, Jakarta, Palembang, Bandung, Batam, Bali dan Tangerang. Nama komunitas homoseks di luar daerah berbeda – beda, namuan demikian antar komunitas menerapkan garis koordinasi begitu pula kepada KKLGN.
            Kembali fokus kepada kajian kaum gay, di Kota Tangerang juga terdapat komunitas gay. Kota Tangerang yang di tahun 2012 ini di kepalai oleh Wahidin Halim, memliki zargon kota berakhlakul karimah. Keinginan walikota bahwa Kota Tangerang harus menjadi kota dengan tingkat religius yang tinggi, membuat masyarakatnya semakin mendiskriminasi keberadaan para gay. Karena menurut masyarakat Kota tangerang, perilaku gay menyimpang dari nilai – nilai religius. Meskipun telah adanya wadah untuk dapat mengaktualisasikan diri, namun seperti yang telah di tuliaskan di atas, diskriminasi terhadap kaum gay lebih tajam di bandingkan dengan kaum lesbi. Karena dengan mata telanjang sekalipun, kaum lesbi lebih dapat leluasa mengumbar kemesraan di hadapan umum tanpa mengundang kecurigaan, tapi tidak dengan kaum gay.
            Agar tetap di terima masyarakat, kaum gay cenderung menutup diri bahkan berusaha menutupi jati dirinya dengan berpura pura tidak mengalami ke abnormalan. Namun keadaan yang kontradiktifnya adalah, di dalam komunitas para gay tersebut kompak dengan mempertahankan eksistensi komunitasnya. Jika sedang bersama atau terlibat dalam forum komunitas tersebut, rasa percaya diri mereka tinggi. Tanpa memperdulikan keadaan sekitar, mereka mengumbar identitasnya sebagai gay melalui pesan verbal dan non verbal, mengumbar kemesraan, serta berbagai hal lainnya sebagai bentuk ekspresi diri. Hal tersebutlah yang menjadi ketertarikan penulis, untuk melakukan penelitian perihal komunikasi yang di lakukan kaum gay tersebut. Maka, dari latar belakang yang telah di uraikan di atas, penulis mengangkat judul penelitian “Pola Komunikasi Antar Anggota Gay pada Komunitas Gay di Kota Tangerang”.
            Selanjutnya, mengapa penulis tertarik untuk meneliti komunitas gay adalah karena gay merupakan bagian dari subculture yang merupakan kebudayaan menyimpang yang terdapat dalam mayoritas masyarakat pada umumnya. Apalagi dengan perbedaan status gender yaitu penulis adalah seorang wanita, sedangkan gay merupakan kaum laki – laki, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi penulis untuk melakukan penelitian ini. Dan dengan demikian, maka dalam penelitian  ini di gunakan pendekatan fenomenologi. Pertimbangan lainnya adalah jarak geografis yang tidak terlampau jauh, sehingga dapat memudahkan penulis dalam melakukan penelitian.


1.2  Perumusan Masalah
Atas dasar latar belakang yang telah penulis uraikan, maka dapat dibuat perumusan masalah supaya tetap pada koridor tujuan di buatnya penelitian ini. Perumusan masalahnya adalah “Bagaimana pola komunikasi antar anggota gay pada komunitas gay di Kota Tangerang?”

1.3  Tujuan Penelitian
            Dari perumusan masalah yang telah di tuliskan di atas, di buat penurunan kembali mengenai tujuan yang ingin penulis capai, yaitu mengetahui seperti apa pola komunikasi antar anggota gay pada komunitas gay di Kota Tangerang.

1.4 Kegunaan Penelitian :
            Setiap penelitian pasti memiliki manfaat, termasuk dalam penelitian yang satu ini. Dan manfaat tersebut penulis kategorikan kedalam dua jenis, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Kedua penjelasan manfaat tersebut di tuliskan di bawah ini :

1.4.1         Kegunaan teoritis
·         Penelitian ini  dapat menjadi sumbangsih pengetahuan baru, bagi peneliti secara khusus dan umumnya bagi pembaca. Terfokus kepada mahasiswa komunikasi yang memang pola komunikasi merupakan salah satu kajian keilmuan bidang komunikasi.

1.4.2        Kegunaan Praktis
·         Untuk komunitas gay, khususnya yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan menjadi masukan kepada komunitas Gay di Kota Tangerang mengenai pola komunikasi yang tepat untuk di terapkan dalam komunitas tersebut.
·         Untuk masyarakat Kota Tangerang. Penelitian ini menjadi informasi baru dan gambaran umum mengenai kondisi komunitas gay, sehingga tidak subjektif dalam memberikan penilaian dan dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan komunitas gay yang ada di sekitar mereka.
·         Untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dan masukan untuk penelitian  selanjutnya mengenai pola komunikasi pada sebuah komunitas, khususnya pola komunikasi pada komunitas gay.
[...]

Categories: